Yogyakarta – Di tengah pergantian kepemimpinan nasional dari Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto, masyarakat dari berbagai lapisan menyuarakan harapan serta kritik dalam sebuah diskusi publik bertajuk “Rezim Baru: Pergantian Kepemimpinan dari Jokowi ke Prabowo.” Diselenggarakan oleh Lab Demokrasi di Kobessah Kopi, Sleman, acara ini bertujuan sebagai wadah bagi warga untuk berbicara secara terbuka mengenai berbagai isu krusial yang akan dihadapi pemerintahan baru.

Acara dibuka dengan pemutaran video yang menampilkan 12 Harapan Rakyat—serangkaian rekomendasi yang diajukan kepada Presiden Prabowo oleh berbagai kelompok masyarakat. Harapan-harapan tersebut mencakup isu-isu strategis termasuk perlindungan hak asasi manusia (HAM). Para peserta berharap rekomendasi ini menjadi dasar komitmen rezim baru untuk memimpin dengan keberpihakan kuat terhadap rakyat.
Kabinet Gemuk dan Tantangan Birokrasi
Salah satu isu utama yang mencuat dalam diskusi adalah rencana Presiden Prabowo untuk memperbesar jumlah kementerian hingga 40. Banyak peserta diskusi menilai keputusan ini sebagai upaya untuk mengakomodasi kepentingan politik dari koalisi pendukung, yang berpotensi menciptakan apa yang disebut sebagai “kabinet gemuk.” Rencana ini mendapat kritik dari berbagai pihak, termasuk Nugroho Prasetyo Aditama, Ketua BEM KM UGM, yang menyuarakan kekhawatiran bahwa kabinet dengan jumlah kementerian yang besar akan membebani anggaran negara dan menurunkan efisiensi pemerintahan.
Nugroho menilai bahwa kabinet yang didominasi oleh kepentingan elite politik berisiko mengabaikan kepentingan rakyat dan hanya memperbesar pengaruh oligarki di dalam pemerintahan. “Jangan sampai kabinet ini menjadi tempat bagi kepentingan oligarki yang hanya berorientasi pada kekuasaan tanpa keberpihakan yang jelas bagi rakyat,” tegas Nugroho. Ia juga mengingatkan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi langkah pemerintah untuk memastikan komitmen pada janji-janji reformasi yang telah disampaikan selama kampanye.
Suara Rakyat: Kedaulatan di Tangan Rakyat, Bukan Pejabat
Wasingatu Zakiyah dari Caksana Institute mengingatkan kembali prinsip bahwa kedaulatan negara sesungguhnya berada di tangan rakyat, bukan di tangan pejabat. Ia menyoroti pentingnya keberanian masyarakat untuk menyuarakan kritik terhadap sistem pemerintahan yang tidak berpihak kepada rakyat. “Regulasi dan undang-undang di Indonesia seharusnya sudah jelas menggarisbawahi bahwa sumber daya negara harus digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir pejabat,” ujar Zakiyah. Menurutnya, masyarakat memiliki hak untuk menilai dan menyuarakan ketidakpuasan terhadap sistem yang dianggap tidak sesuai atau menyalahi prinsip-prinsip keadilan.
Zakiyah menambahkan bahwa budaya meritokrasi di Indonesia perlu diperbaiki. Saat ini, menurutnya, masih banyak orang-orang dengan kemampuan strategis yang sulit masuk ke dalam kabinet karena sistem politik yang lebih mengutamakan kepentingan elite dibandingkan kompetensi.
Pidato Prabowo tentang komitmen anti-korupsi menjadi sorotan dalam diskusi ini. Wasingatu Zakiyah menganggap janji ini sekadar retorika, tanpa tindakan konkret untuk memberantas korupsi di lingkup pemerintahan. Banyak anggota kabinet yang memiliki hubungan dengan para oligarki, sehingga sulit untuk mengharapkan langkah tegas dalam pemberantasan korupsi.
Selain fokus pada masalah birokrasi dan pengaruh oligarki, diskusi ini juga menyinggung masalah ekonomi yang akan menjadi tantangan utama bagi pemerintahan Prabowo. Target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang dicanangkan menjadi perhatian besar, terutama di tengah tingginya ego sektoral antar-kementerian. Nugroho menyampaikan bahwa selama ini, sektor-sektor kementerian sering kali berjalan dengan fokus pada kepentingan sektoralnya masing-masing, tanpa sinergi yang memadai untuk mencapai tujuan nasional. “Pertumbuhan 8% adalah target yang ambisius, tapi apakah mungkin tercapai kalau antar kementerian masih saling bersaing untuk kepentingan sendiri?” tanyanya.

Para peserta juga mengingatkan bahwa pemerintah harus berhati-hati dengan kebijakan populis yang membebani anggaran negara. Program makan siang gratis yang diusulkan Prabowo, misalnya, dianggap terlalu ambisius dan berpotensi membebani keuangan negara. Seharusnya pemerintah lebih fokus pada kebijakan yang berkelanjutan dan benar-benar memberi dampak positif bagi masyarakat dalam jangka panjang.
Diskusi ini menyimpulkan bahwa pergantian kepemimpinan dari rezim Jokowi ke Prabowo memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat. Diskusi ini juga menekankan pentingnya bagi rezim baru untuk menunjukkan keberpihakan kepada rakyat melalui langkah nyata, bukan hanya janji. Partisipasi masyarakat dalam mengawasi pemerintahan dinilai sangat krusial dalam 5 tahun kedepan selama masa rezim baru ini.