Yogyakarta, 8 Agustus 2024 – Dalam upaya merespons tantangan demokrasi yang kian mengemuka di Indonesia, Yayasan LKiS bersama Gerakan Masyarakat Sipil dan Seniman DIY menyelenggarakan kegiatan bertajuk Pameran (In) Opposition dan Refleksi Gerakan Masyarakat Sipil: Perjuangan Membangun Demokrasi dan Oposisi Rakyat. Acara ini diadakan di Pendopo Yayasan LKiS dan dibuka oleh Hairus Salim, Direktur Yayasan LKiS, yang menggarisbawahi pentingnya menjaga harapan dalam masa-masa sulit ini serta perlunya refleksi mendalam atas perjalanan panjang demokrasi di Indonesia.
Dalam sambutan pembukaannya, Hairus Salim menekankan bahwa karya-karya yang ditampilkan dalam pameran ini bukan hanya sekadar cermin dari problematika demokrasi di Indonesia, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan harapan. “Saya ingin melalui karya-karya ini terlihat bahwa kita masih memiliki harapan. Lihat bagaimana hal-hal ini bersuara, mengingatkan kita akan masalah-masalah besar yang melingkupi kita, mulai dari demokrasi yang mundur hingga keadilan sosial yang terpinggirkan,” ujar Salim.
Beliau juga merefleksikan perjalanan pribadi dan kolektif dalam gerakan sosial di Indonesia. Sebagai seseorang yang telah terlibat dalam berbagai aksi demonstrasi sejak masa reformasi, Hairus Salim mengaku tak pernah membayangkan bahwa demokrasi yang dulu diperjuangkan dengan penuh semangat bisa mengalami kemunduran secepat ini. “Saya mungkin salah satu yang ikut bergerak sejak akhir masa Orde Baru. Namun, saya tidak pernah menyangka bahwa demokrasi kita bisa mundur seperti sekarang ini. Ada banyak hal yang berubah, termasuk teman-teman seperjuangan yang dulu berani bersuara, kini justru mendukung rezim yang dulunya kita tentang,” tambahnya.
Pameran Karya dan Refleksi Gerakan Masyarakat Sipil
Pameran ini menampilkan berbagai karya seni yang mencerminkan kritik sosial terhadap situasi politik dan demokrasi di Indonesia. Karya-karya ini tidak hanya menjadi medium ekspresi, tetapi juga menjadi alat edukasi dan penyadaran bagi masyarakat luas. Melalui lukisan, instalasi, dan berbagai media lainnya, seniman-seniman yang terlibat menggugah kesadaran akan pentingnya melawan arus kemunduran demokrasi yang semakin nyata.
Selain pameran, acara ini juga menghadirkan Refleksi Gerakan Masyarakat Sipil, sebuah diskusi yang diadakan untuk menelaah peran dan tantangan gerakan masyarakat sipil dalam mempertahankan dan memperjuangkan demokrasi di Indonesia. Diskusi ini di fasilitatori oleh Dandy dari Lingkar Keadilan Ruang, dengan narasumber utama Sana Ullaili dari Solidaritas Perempuan Kinasih dan Elanto Wijoyono dari Combine Resource Institution.
Dalam refleksinya, Sana Ullaili menyoroti peran penting masyarakat sipil dalam menjaga demokrasi di tengah tekanan dari negara dan sektor swasta. “Dalam teori demokrasi, kehadiran masyarakat sipil yang kuat adalah indikator utama dari masyarakat modern yang demokratis. Namun, jika masyarakat sipil mulai menghilang, kita tidak lagi hidup dalam masyarakat yang benar-benar demokratis, melainkan dalam sistem otoritarian yang berkedok demokrasi,” jelas Sana.
Sana juga mengingatkan bahwa sejarah Indonesia penuh dengan contoh di mana masyarakat sipil berperan penting dalam menjaga demokrasi. Namun, di era neoliberal seperti sekarang ini, tantangan bagi gerakan masyarakat sipil semakin besar, terutama dengan semakin terbatasnya ruang gerak dan semakin sedikitnya orang yang terlibat dalam gerakan sosial.
Elanto Wijoyono melanjutkan diskusi dengan menyoroti tipologi masyarakat sipil di Indonesia pasca-reformasi. Ia mengingatkan bahwa meskipun gerakan masyarakat sipil berhasil mendorong lahirnya demokrasi formal di Indonesia, masih banyak aspek demokrasi kewargaan yang belum tersentuh. “Tipologi yang Pak Mansour Fakih pakai masih relevan hingga kini. Banyak lembaga masyarakat sipil yang terlalu fokus pada agenda reformasi sistem tanpa menyentuh aspek kewargaan yang lebih luas. Padahal, demokrasi tidak hanya tentang aturan main, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat memanfaatkannya dengan bijak,” ujar Elanto.
Elanto juga menyoroti betapa banyak regulasi yang diperjuangkan oleh masyarakat sipil di masa awal reformasi kini telah dilemahkan atau diabaikan oleh pemerintah. Hal ini, menurutnya, menunjukkan betapa rapuhnya demokrasi yang dibangun hanya di atas dasar formalitas tanpa disertai dengan penguatan kapasitas politik di tingkat akar rumput.
Diskusi Kebudayaan dan Pentingnya Seni sebagai Kritik Sosial
Acara pameran dan refleksi ini juga diramaikan dengan Diskusi Kebudayaan yang berlangsung pada malam harinya, dimoderatori oleh Gonjes, seorang seniman yang juga aktif dalam gerakan sosial. Diskusi ini menghadirkan Munir, seorang seniman yang berbicara tentang peran seni dalam gerakan sosial dan bagaimana seni dapat digunakan sebagai alat kritik dan refleksi sosial.
Munir menggarisbawahi bahwa seni memiliki kekuatan untuk menggugah kesadaran kolektif masyarakat dan menjadi medium penting dalam perjuangan melawan ketidakadilan. “Seni adalah cermin masyarakat. Melalui seni, kita bisa menyuarakan kritik tanpa harus berbicara secara langsung. Seni bisa menjadi alat yang ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan penting dalam gerakan sosial, terutama dalam konteks demokrasi yang kian terancam ini,” kata Munir.
Menyemai Harapan dan Perjuangan Berkelanjutan
Pameran (In) Opposition dan Refleksi Gerakan Masyarakat Sipil ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk menghidupkan kembali semangat perjuangan demokrasi dan menciptakan ruang dialog yang konstruktif di tengah tantangan zaman. Yayasan LKiS dan Gerakan Masyarakat Sipil mengajak seluruh elemen masyarakat, mulai dari akademisi, aktivis, hingga seniman, untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini. Mari kita diskusikan isu-isu yang diangkat, berbagi pandangan, dan bersama-sama mencari jalan untuk terus memperjuangkan demokrasi yang sejati.
Kegiatan ini juga mengingatkan kita bahwa demokrasi tidak dapat dipisahkan dari perjuangan masyarakat sipil. Harapan masih ada selama kita terus bergerak, berdiskusi, dan beraksi bersama. Semoga pameran ini menjadi pemantik bagi kita semua untuk tetap optimis dan terus berjuang demi demokrasi yang lebih baik di masa mendatang. Pameran ini akan berlangsung dari tanggal 8-15 Agustus 2024 dan rangkaian diskusi yang bertema tentang demokrasi, buruh, lingkungan, pendidikan, ekonomi, pers, dan perempuan lintas generasi.
Leave a Reply