Yogyakarta, 19 Juli 2024 – Koalisi Lintas Isu berkolaborasi dengan Yayasan LKiS menggelar acara diskusi bertajuk “Partisipasi Kandidat Perempuan dalam Pilkada di Kota Yogyakarta” yang akan di Hotel Museum Batik, Jl. Doktor Sutomo No.13A, Bausasran, Kec. Danurejan, Kota Yogyakarta. Acara ini akan dibuka oleh Matius, Ketua Koalisi Lintas Isu, yang menyatakan bahwa partisipasi perempuan dalam kepemiluan merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan oleh semua pihak. Meskipun partisipasi perempuan dalam kontestasi Pilkada di Kota Yogyakarta sangat penting, hingga kini belum pernah ada perempuan yang mengikuti kontestasi tersebut. Matius menyampaikan berbagai pertanyaan yang menjadi pokok bahasan diskusi ini, seperti apakah ketidakhadiran kandidat perempuan berkaitan dengan relasi kuasa, apakah tidak ada perempuan yang mau menjadi walikota di Kota Yogyakarta, atau apakah perempuan memang dihilangkan dari nominasi calon kepala daerah.
Kemudian Vitrin Haryanti dari Koalisi Lintas Isu menekankan pentingnya amanat suara yang diberikan oleh rakyat, terutama perempuan. Amanat ini tidak boleh diabaikan dan jumlah suara yang didapatkan harus dihargai. Selama ini, fokus utama adalah bagaimana pemilu yang tangguh dan penuh partisipasi perempuan bisa terwujud. Diskusi ini menjadi bagian dari upaya untuk memberikan ruang yang lebih besar bagi perempuan dalam ranah politik.Acara ini juga dihadiri oleh Agus M. Yasin, S.Sos., M.H. dari KPU Kota Yogyakarta yang memaparkan tentang Sosialisasi Tahapan Pencalonan Walikota Dan Wakil Walikota Yogyakarta Tahun 2024. Beliau juga menunjukkan fakta dalam pemilu legislatif sebelumnya untuk 5 dapil di daerah Yogyakarta hanya ada 4 orang perempuan yang terpilih dalam kursi legislasi. Ini menunjukkan fakta bahwa partisipasi perempuan dalam ranah politik masih sangat lemah.
Wasingatu Zakiyah selaku narasumber, mengingatkan kembali pada sejarah Kongres Perempuan di Yogyakarta yang diadakan pada tahun 1928, di mana 300 perempuan berkumpul untuk membahas berbagai isu seperti kekerasan terhadap perempuan, akses pendidikan, dan kesehatan yang minim. Menurutnya, jika pada masa itu perempuan sudah bisa berkontribusi secara signifikan, maka seharusnya sekarang perempuan bisa lebih berperan dalam konteks pemilu. Zakiyah juga menyampaikan beberapa realita yang dihadapi perempuan dalam politik, seperti modal sosial yang habis oleh uang, terbuka atau tertutupnya akses tanpa jaminan tempat bagi perempuan, serta KPU dan BAWASLU yang dibatasi oleh regulasi dan aturan. Selain itu, ia menyoroti bahwa semua partai politik dianggap sama saja, padahal idealnya partai harus menjadi pegangan masyarakat dengan visi dan misi yang jelas.
Diskusi ini diakhiri dengan penyusunan strategi untuk mendorong perempuan berpartisipasi dalam pesta demokrasi. Partisipasi perempuan tidak hanya akan memperkaya proses demokrasi, tetapi juga memberikan perspektif yang lebih inklusif dan beragam dalam pengambilan keputusan politik.
Leave a Reply