Jika RUU SISDIKNAS disahkan

with Tidak ada komentar

Apa yang akan terjadi dengan Siswa Marapu?

Oleh Rambu Amy

Marapu adalah sebuah agama lokal yang dianut oleh orang Sumba pertama . Marapu diartikan sebagai keyakinan kemampuan arah leluhur menghubungkan manusia dengan sang Pencipta. Oleh karena itu mereka menyembah menggunakan proses ritual. Ciri khas dari penyembahan dan ritual yang dilakukan adalah dengan menggunakan sirih pinang, telur ayam, ayam, babi  dan kurban hewan besar seperti kuda dan kerbau. Salah satu media yang di gunakan untuk tempat penyembahan adalah berupa Katuada ( tugu yang berupa kepala manusia ) yang di tancap di halaman rumah penganut Marapu.

Walaupun Marapu ini sudah ada sejak awal di tanah sumba dan menjadi agama asli masyarakat sumba, ada beberapa permasalahan yang kerap dihadapi penganut marapu di era kemerdekaan, contohnya yaitu kasus adminduk yang meliputi KTP, KK. Selain prosesnya berlarut-larut, pembuatan Akta Perkwawinan dan Akta kelahiran anak baru bisa diakses di tahun 2015. Kabar baik itu diikuti dengan disahkannya Organisasi Penghayat Marapu di Sumba Timur yang mendapatkan surat tanda inventarisasi dari kementrian pendidikan dan kebudayaan. Kemudian disusul pada tahun 2016 sejumlah kepercayaan lain mendapat putusan MK.  

Kemenagan di MK itu sayangnya tidak disusul dengan pendistribusian aturan hukum ke masyarakat secara luas, perlu ada advokasi dengan beberapa multistackholder, CSO, dan LSM untuk bisa memahamkan semua sehingga diskriminasi masih tumbuh subur dan menjamur.  Kasus yang sering terjadi terutama pada wilayah lembaga pendidikan banyak anak siswa Marapu yang bersekolah baik dari SD- SMA, namun para siswa ini tidak mendapatkan pelajaran Agama sesuai dengan keyakinan mereka sehingga terpaksa harus mengikuti pelajaran agama mayoritas di sekolahnya padahal kurukulum pendidikan anak Marapu sudah ada sejak tahun 2018.

Ada beberapa orang tua siswa SMP di satu kecamatan yang mengeluh karena anak-anak mereka terkesan di paksa untuk ikut salah satu mata pelajaran agama di sekolah itu agar bisa mendapatkan nilai mata pelajaran agama dan agar bisa naik kelas atau lulus. Ada dua respon ketika mereka (para orang tua siswa) dihadapkan dengan pemaksaan harus memilih salah satu agama di sekolah anaknya. Pertama, mereka ketakutan karena stigma di masyarakat sangat kental apalagi menyangkut orang terdekat. Kedua, mereka yang paham akan landasan hukum, dengan menekan beberapa lembaga pendidikan untuk melek akan pelayanan hak pendidikan penghayat kepercayaan yang sudah legal dan diatur oleh undang-undang

Permasalah diatas sudah menjadi makanan sehari-hari warga Marapu, lalu apa yang terjadi jika RUU SISDIKNAS jadi disahkan?

Walaupun pelayanan pendidikan bagi penghayat di beberapa daerah sudah berjalan, di Marapu tahapnya masih pada level memahamkan masyarakat melalui sosialisasi, advokasi bersama pemerintah. Sudah jatuh kemudian tertimpa tangga merupakan ungkapan nyata permasalahan di Marapu.

Leave a Reply