PUASA

with Tidak ada komentar

Oleh Kuswijyo Mulyo Sumarah

Puasa adalah sebentuk ibadah individual yang berimplikasi pula secara sosial, meskipun
seolah-olah bersifat eksistensial, dimana hanya kita sendiri dan bukannya orang lain yang
mampu merasakan kehausan dan kelaparannya, namun ketika ditilik dari sisi batiniahnya
ternyata puasa itu akan pula berimplikasi pada orang lainnya, seperti yang tercatat di serat
wedatama (oleh Sri Mangkunegara IV) yang menyebutkan bahwa Tapa brata tak melulu soal
mengontrol hawa nafsu semata, namun juga berkaitan dengan menyenangkan hati sesama
(karyenak tyasing sasama) : “Kepati amarsudi Sudane hawa lan nepsu Pinesu tapa brata
Tanapi ing siyang ratri Amamangun karyenak tyasing sasama”.


Sisi sosial puasa atau laku-laku yang mengurangi “tumangkar-nya hawa nafsu” itu ternyata
secara hakiki justru lebih membentuk sisi batiniah manusia daripada sisi lahiriahnya, tak
sekedar menahan haus, lapar, dan syahwat belaka, ujung terdalam puasa justru adalah
kalbu manusia yang identik dengan segala isinya: marah, tamak, sensualitas, dst. Dalam
kearifan Jawa isi-isi kalbu itu ternyata memiliki pintu yang yang mesti ditutup dengan
menahan haus, lapar, dan syahwat. Usut punya usut, ternyata memang ada keterkaitan
yang erat antara kekenyangan dengan sifat tamak seumpamanya.


Dalam hal ini tampak Wedhatama melihat puasa, atau laku-laku yang berupaya mengontrol
hawa nafsu, ketika puasa seseorang sampai pada tahap batiniah semacam ini output-nya
jelas adalah juga menyentuh orang lainnya. Sebagai misal adalah ketika orang bersabar alhasil ia akan cenderung toleran terhadap kepentingan orang lainnya yang sejalan dengan
kepentingannya. Ketika orang tak dengki, di samping bahwa hatinya tak akan sakit atau
nyeseg, ia akan dengan sendirinya bersikap demokratis.
Di sinilah kemudian “karyenak tyasing sasama” sebagai dimensi sosial puasa menemukan
keterkaitannya, tentu apabila puasanya itu mampu menjangkau wilayah toleransi dan
demokratisasi akan dengan sendirinya tumbuh ketika orang tak melulu mampu menahan
haus, lapar, dan syahwat, namun secara ideal juga mampu menahan marah, tamak, dengki
dan ganjen (kemayu ataupun mbagusi), dst.

Leave a Reply