Kabupaten/ Kota HAM Sebagai Ruang Demokrasi Lokal

with Tidak ada komentar

Ketika bicara demokrasi, bicara soal 3 hak yaitu: hak untuk kebebasan berpendapat dan berekspresi; hak untuk berkumpul dan berserikat; dan hak turut serta dalam pemerintahan. Hak sipil dan politik merupakan hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara (Ifdhal Kasim, 2001). Melindungi, memenuhi, menegakkan, dan menghormati hak orang lain.

Dari rangkaian tadi dari Komnas HAM merumuskan Kabupaten/ Kota HAM. Yaitu tata laksana HAM dalam konteks lokal, di mana Pemda, DPRD, masyarakat sipil, sektor swasta, Lembaga Nasional HAM, Ombudsman, dan pemangku kepentingan lainnya bekerja sama untuk meningkatkan kualitas hidup semua penduduk dalam semangat kemitraan berdasarkan standar dan norma-norma HAM. Ini definisi dinamis dan bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman.

10 prinsip, paling pokok ketika bicara Kabupaten/Kota HAM:

1.         Hak Atas kota

2.         Non Diskriminatif

3.         Akuntabilitas

4.         Demokrasi partisipatoris

5.         Inklusi sosial

6.         Solidaritas

7.         Keberpihakan kepada kelompok rentan

8.         Keragaman budaya

9.         Keberlanjutan

10.       Keadilan sosial

Sebenarnya kalau kita bicara kabupaten/ kota dan HAM, saling terkait berkelindan satu sama lain saling menguatkan bukan menegasikan. Demokrasi yang prosesnya meletakkan partisipasi warga, masyarakat, sektor swasta sebagai roh dalam proses pembuatan kebijakan. Proses substansi, meletakkan keberpihakan pada kelompok rentan. Teman-teman Ahmadiyah saya yang mengurusi, di Sintang ada perusakan masjid milik teman-teman Ahmadiyah. Penting konsep HAM dalam penyelesaikan dalam konflik yang ada. Budaya bukan hanya tradisi, tetapi nilai-nilai yang terkandung yaitu warga untuk terus menjaga nilai-nilai tersebut.

Belajar dari daerah

–           Kabupaten/ kota HAM sebagai kerangka kerja pemerintahan daerah, bukan atribusi atau penghargaan.

–           Wonosobo (Perda No.5/ 2016). Hak yang diatur antara lain Hak Hidup, Melanjutkan Keturunan, Hak Perempuan, Hak Anak, Hak Atas Rasa Aman, Hak Memperoleh Keadilan, dan lain-lain. Dibentuk Komisi HAM Daerah dengan 6 anggota (multi stakeholder).

–           Bojonegoro (Perbup 7/2015). Hak Atas Transparansi Informasi, Kesetaraan Perempuan dan Anak, Hak Atas Keadilan, dan lain-lain. Kegiatan: kampanye, penguatan RANHAM, dan kolaborasi multi stakeholder.

–           Tantantan: keberlanjutan, internalisasi, pelembagaan inisiatif baik, kerja sama dengan aparat penegak hukum.

Sebagai kerangka kerja. Meletakkan konsep Kota HAM sebagai landasan bukan penghargaan. Inisiatif bojonegoro dan lainnya. Banyak daerah yang meletakkan HAM sebagai prinsip dasar pemerintahan kabupaten/kota. Melakukan pelatihan kepada aparat kelurahan dan kecamatan. Sering diskusi bareng mewujudkan Kota Bogor sebagai Kota HAM. Semarang juga sudah berlari cepat. Banyak inisiatif yang muncul untuk meletakkan HAM sebagai ruh Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik. Kita tidak meletakkan sesuatu ideal tanpa tantangan, tapi tantangan harus dilalui. Bagaimana pasca pergantian kepemimpinan apakah masih bisa dijalankan. Kota Bogor Kota HAM mengapa masih ada pelanggaran. Mengindikasikan bahwa perlu internalisasi yang terus diperbaiki. Setiap daerah ada inisiatif baik yang untuk dilembagakan baik NGO, sektor swasta. Supaya lestari dan punya efek terhadap kehidupan masyarakat.

Bagaimana indeks demokrasi dan peran kabupaten/ kota. Kita saat ini sedang di masa indeks demokrasi turun:

1.         KBB. Banyak kasus belum selesai dan belum jelas konteks penyelesaiannya. Tidak banyak Pemda pasang badang sesuai konstitusi untuk menyelesaikan soal KBB.

2.         kebebasan berpendapat dan berekspresi. Salah satunya soal mural. Saat ini sedang diuji apakah mual masuk kebebasan atau tidak, sehingga dihapus. Pemda punya andil untuk menjaga itu sebagai pilar konstitusi.

UU ITE. Banyak pejabat publik menggunakan UU ITE untuk mengekspresikan ketidaksukaannya kepada masyarakat. Nanti bisa diskusi opini apa saja yang dilarang. Tadi pagi saya membaca mantan menteri, pejabat lain karena menganggap dirinya bodoh. Lama-lama penjara penuh karena banyak orang tersinggung. Jelas konsekuensi bermedia tidak berhadapan dengan 1-2 orang yang berpendapat sama

Leave a Reply